tirto.id - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama menggelar Ijtima Ulama II di Grand Cempaka Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018). Pertemuan ini mengukuhkan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon berharap dukungan dari Ijtima Ulama ini akan berpengaruh signifikan terhadap pemenangan pasangan calon yang diusung koalisi Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat itu.
“Saya kira dukungan dari ulama, dari para kiai, para ustaz yang mempunyai jemaah, yang mempunyai murid, yang mempunyai santri-santri tentu sangat signifikan. Dan kami juga kalau memang itu sebuah dukungan, tentu kami sangat berterima kasih,” kata Fadli Zon di lobi Grand Cempaka Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018).
Dukungan GNPF untuk Prabowo memang bukan hal baru. Sejumlah tokoh pentolan aksi 212 ini telah mengusulkan nama ketua umum Gerindra pada Ijtima Ulama I yang digelar pada 27-29 Juli 2018. Selain itu, mereka juga merekomendasikan nama Salim Segaf Al-Jufri dan Abdul Somad Batubara untuk menjadi bakal cawapres Prabowo, tapi gagal.
Meskipun rekomendasi nama cawapres yang diusulkan GNPF Ulama ditolak Prabowo, namun para tokoh GNPF ternyata masih tetap mendukungnya di Pilpres 2019. Ketua GNPF Ulama Ustaz Yusuf Muhammad Martak mengatakan, Ijtima Ulama II mendukung Prabowo-Sandiaga setelah keduannya menandatangani pakta integritas.
“Telah terselesaikannya dengan baik Ijtima Ulama dan tokoh nasional II dan ditandatanganinya pakta integritas oleh paslon, yaitu yang terhormat Bapak Prabowo Subianto dengan Sandiaga Salahudin Uno. Takbir!” kata Ketua GNPF Yusuf Muhammad Martak saat konferensi pers di Grand Hotel Cempaka, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018).
Dukungan GNPF akan Signifikan?
Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby menilai, dukungan Ijtima Ulama II untuk Prabowo-Sandiaga tidak akan signifikan bila tidak diikuti oleh kerja nyata dari para tokoh yang tergabung dalam GNPF. Menurutnya, besar kecilnya dampak dukungan itu bergantung pada soliditas para tokoh dalam melakukan kerja-kerja pemenangan.
Ia menyebut sosok-sosok populer seperti Aa' Gym, Ustaz Arifin Ilham, Ustaz Yusuf Mansyur, dan Ustaz Abdul Somad, serta tokoh lain yang banyak terlibat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 akan berperan penting dalam hal ini.
“Kalau ulama-ulama ini masih solid, tentunya pengaruhnya juga besar ke Pilpres nanti. Tapi kalau kemudian enggak satu suara, artinya mereka enggak terlibat secara full untuk meng-endorse salah satu calon, menurut saya pengaruhnya enggak kuat,” kata Adjie kepada Tirto, Minggu (16/09/2018).
Selain itu, Adjie menganggap respons kubu petahana terhadap hasil Ijtima' Ulama II ini juga akan berpengaruh pada signifikansi dukungan ulama terhadap Prabowo. Adjie mencontohkan safari politik yang dilakukan oleh Ma'ruf Amin sebagai cawapres dari petahana ke sejumlah tokoh NU dan tokoh Islam lainnya. Hal itu akan berpengaruh terhadap besarnya dukungan bagi kedua belah pihak.
“Itu kan mengimbangi upaya [Presidium Alumni] 212 dan kubunya Prabowo,” kata dia.
Jokowi Kuasai Pemilih Islam
Pendapat Adjie bisa saja meleset. Namun, berdasarkan hasil survei Alvara Research Center yang dilakukan pada 12-18 Agustus 2018, pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul dengan mengantongi elektabilitas 52,2 persen, sementara Prabowo hanya meraup elektabilitas 25,3 persen di kalangan pemilih Muslim.
Hasil serupa juga muncul dalam laporan LSI Denny JA soal keterpilihan masing-masing kandidat di hadapan pemilih muslim yang berorientasi pada ormas Islam. Hasilnya, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf mencapai 52,7 persen di segmen pemilih muslim berorientasi ormas Islam, sementara pesaingnya hanya 27,9 persen suara.
Untuk kalangan pemilih berlatar belakang Nadhlatul Ulama (NU) dengan bobot 41,3 persen pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul dengan elektabilitas 54,7 persen, sementara Prabowo hanya meraup 27 persen. Demikian pun di kalangan pemilih Muhammadiyah yang memiliki bobot 6,3 persen. Jokowi-Ma'ruf menguasai 50 persen, sementara Prabowo-Sandiaga hanya mendapat 35,7 persen.
Pasangan Jokowi-Ma'ruf juga digdaya di kalangan Muslim yang merasa tidak terasosiasi dengan ormas Islam manapun. Pemilih tipe ini memiliki porsi 27 persen. Dari segmen ini, Jokowi-Ma'ruf berhasil mendapat elektabilitas 58,9 persen, sementara penantangnya hanya mendapat elektabilitas 28,1 persen.
Pasangan Prabowo-Sandiaga hanya berhasil mengungguli Jokowi-Ma'ruf di segmen pemilih dengan latar belakang organisasi Islam PA 212. Prabowo berhasil mendapat elektabilitas 61,1 persen sementara Jokowi hanya 27,8 persen. Namun, pemilih dengan latar belakang PA 212 hanya memiliki bobot yang relatif kecil, yaitu sekitar 3,6 persen.
Survei dilakukan pada 12-19 Agustus 2018 menggunakan metode sampling multistagerandomsampling. LSI melakukan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terhadap 1.200 responden Muslim di 33 provinsi di Indonesia dengan margin of error 2,9 persen.
Walaupun di atas kertas pasangan Jokowi-Ma'ruf ada di atas angin, Adjie mengingatkan bahwa survei ini dilakukan kala para kandidat capres-cawapres baru mendeklarasikan diri.
“Jadi pasca-deklarasi itu kan belum ada sikap dari PA 212. Sikap dari ulama-ulama tadi juga belum ada. Akhirnya wajar kalau masih terbelah. Saya pikir nanti sejauh mana efektivitasnya bisa dilihat dari survei-survei selanjutnya,” kata Adjie.
Ia menilai titik pertarungan antar-kedua kandidat untuk merebut suara pemilih Islam berada pada sejauh mana masing-masing kandidat mampu melahirkan program yang menyentuh kepentingan umat. “Termasuk misalnya bagaimana membangkitkan ekonomi umat,” kata Adjie.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz